Bimbo |
Bimbo adalah sebuah grup musik asal Bandung Indonesia yang
didirikan sekitar tahun 1967. Personel Bimbo terdiri atas tiga bersaudara kakak
beradik Sam Bimbo, Acil Bimbo, dan Jaka Bimbo. Dan dalam perkembangannya
kenudian ditambah oleh adik perempuan mereka Iin Parlina. Mereka bersenandung
tentang cinta. Bercanda dalam lagu, mulai soal kumis, tangan, mata, sampai
calon mertua atau membuat satire sosial. Tetapi, Bimbo juga bicara tentang
Tuhan lewat lagu Tuhan.
Masa Kecil
Dilahirkan di kota Kembang Bandung, anak-anak dari pasangan
Raden Dajat Hardjakusumah dan Oeken Kenran. Sam si anak sulung dari kecil suka
menyanyi. Hal itu diikuti oleh adik-adiknya yang juga suka ikut menyanyi. Di
pertengahan 1950-an Sam dan Atjil(kemudian diubah ejaannya menjadi Acil) dulu
adalah pengagum Sam Saimun, seorang penyanyi Indonesia terkenal masa itu.
Menjelang akhir 1950-an lagu-lagu Elvis Presley mulai masuk ke Indonesia.
Mereka yang masih remaja kala itu pun ikut terkontaminasi. Dari sebelumnya
bergaya seriosa ala Pavarotti, mereka terkena pengaruh musik rock ala Elvis.
Karier
The Alulas
Pada akhir tahun 1950-an Sam dan adiknya Atjil ketika masih
duduk di bangku SMA membentuk band The Alulas di Bandung. Pada tahun 1959
dengan dibantu oleh teman mereka, Jessy Wenas group ini berhasil menjadi
pemenang festival band yang diadakan di Hotel Homann Bandung.
Aneka Nada
Setelah lulus SMA, pertengahan tahun 1950-an sampai 1960-an
mereka mulai membangun karier bermusik secara serius. Pada tahun 1962 band
mereka berubah nama menjadi Band Aneka Nada. Sam dan Atjil menjadi vocalistnya.
Putera presiden RI pertama Soekarno yaitu Guntur Sukarnoputra pun bergabung, karena
mereka kebetulan sama-sama kuliah di ITB. Aneka Nada anggotanya kala itu
terdiri dari Sam (vocal), Atjil vocal dan gitar, Guntur Sukarnoputra (gitar),
Iwan (Bass), Jessy Wenas sebagai pemain gitar dan penyanyi, Indradi (Drumer),
dan Memet Slamet (vocal). Aneka Nada banyak memainkan musik berirama Amerika
Latin yang berirama Cha-Cha seperti lagu Trio Los Ponchos. Sedikit-sedikit ada
juga lagu Barat yang berirama rock, tetapi tidak banyak karena ada larangan
musik ngak ngik ngok pada masa itu. Band ini berhasil membuat rekaman pertama
berjudul Kampungku yang direkam oleh Lokananta Solo.[1] Lagu itu Kagu ini
kemudian diputar di RRI Bandung dan kota lainnya yang membuat mereka cukup
dikenal. Mereka pun sempat melakukan tur ke berbagai kota di Indonesia. Sempat
pula terjadi perubahan formasi personel pada band ini dengan keluarnya Iwan dan
digantikannya Indradi dengan Dodo.
Mengasuh Band Aneka Nada Yunior dan Trio Yanti Bersaudara
Di saat yang sama, Sam juga mengasuh Band Aneka Nada Yunior
yang antara lain didukung adik laki-lakinya Djaka dan Iwan Abdurachman, teman
sebangku Jaka di SMP. Selain itu, Sam juga melatih adik-adik perempuannya,
yaitu Yani, Tina dan Iin, untuk bernyanyi dalam trio Yanti Bersaudara. Trio ini
sempat populer pada paruh kedua era 1960-an dengan lagu seperti Abunawas.[2]
Aneka Nada Bubar
Ketika Yanti Bersaudara berjaya, band Aneka Nada malah
bubar. Perbedaan visi di antara mereka membuat band ini tidak bisa
dipertahankan. Sam dan Atjil sempat vakum untuk beberapa saat. Sementera Yessy
Wenas, Guntur Soekarno, Dodo, dan Memet Slamet membentuk sebuah band baru
bernama Kwartet Bintang. Band ini sempat terkenal dengan lagu-lagu band ini seperti
Puteri Malu, Si Gareng, Taman Rindu, dll cukup dikenal masyarakat saat itu.[3]
Hadiah Gitar dari Trio Yanti Bersaudara
Di tengah kesuksesannya, Iin, Yani, dan Tina menggagas untuk
memberi hadiah gitar kepada ketiga kakak laki-lakinya. Mereka memesan tiga
gitar pada pembuat gitar terkenal di Bandung, yaitu Oen Peng Hok, di bilangan
Jalan Kopo. Gitar Peng Hok itu dimaksudkan mereka sebagai pemacu semangat untuk
ketiga abangnya. Sejak itu tiga bersaudara itu semakin giat berlatih. Mereka
mulai berlatih memainkan lagu-lagu Latin. Akhirnya Sam dan adiknya Atjil
membentuk sebuah band sendiri dengan mengajak adik laki-laki mereka Djaka
(ejaan lama kemudian diubah menjadi Jaka).
Membentuk Bimbo
Trio Los Bimbos
Band Bimbo didirikan di kota Bandung oleh 3 bersaudara yaitu
: Muhammad Samsudin Dajat Hardjakusumah (Sam), Darmawan Dayat Hardjakusumah
(Acil) dan Jaka Purnama Dajat Hardjakusumah (Jaka) pada tahun 1967. Saat
terbentuknya Sam banyak mendapat saran dari seorang temannnya FR Pattirane,
yang membukakan cakrawala mereka dalam bermusik, khususnya dalam hal
harmoni.[4] Nama Bimbo sendiri diberikan oleh Hamid Gruno, Sutradara TVRI.
Bermula pada tahun 1967, ketika muncul di TVRI, band ini belum ada nama. Oleh
Hamid Gruno disuruh memakai saja nama Bimbo, Artinya: Bagus laah! Sebab itu
mereka pun pun kemudian selalu mengidentikkan diri dengan "Bagus".
Sejak itu mereka menggunakan nama Trio Los Bimbos yang masih berbau Latin.
Trio Bimbo
Belakangan mereka mengubah nama Trio Los Bimbos ini menjadi
Trio Bimbo agar lebih berkesan lokal. Pada awalnya Trio Bimbo banyak
dipengaruhi Musik Latin. Menurut mereka lagu-lagu Latin itu dekat dengan
tembang Sunda. Lagu Latin banyak pakai Perkusi dan tembang Sunda banyak pakai
Gendang. Kedekatannya juga pada nada minor yang dominan[2]
Pada tahun 1969 Trio Bimbo pernah mencoba menawarkan konsep
musiknya untuk direkam di perusahaan rekaman Remaco. Namun demo mereka ditolak
mentah mentah oleh Remaco. Alasannya musik yang diusung Trio Bimbo yaitu pop
dibasuh nuansa Latin Flamenco, agak kurang lazim di Indonesia. Meski
mengecewakan namun hal itu tidak mengendorkan semangat mereka untuk terus
bermain musik sembari melanjutkan pendidikan mereka yang masih berjalan.
Trio Bimbo Kontrak di Singapura
Trio Bimbo pernah dikontrak selama tiga bulan untuk
bernyanyi di Ming Court Hotel di bilangan Orchard, Singapura. Di sana mereka
bermain hampir tiap malam menghibur tamu-tamu hotel yang berasal dari berbagai
negara maupun warga Singapura sendiri. Mendekati kontrak mereka hampir selesai,
Bimbo pun waktu itu sebenarnya hampir bubar. Acil dan Jaka harus pulang
menyelesaikan kuliah mereka. Sam yang memang sudah lulus dari Jurusan Seni Rupa
ITB pun tak ingin sendiri berlama-lama di negeri orang. Lalu mereka pun mencoba
membuat sebuah album buat kenang-kenangan. Sebelum pulang ke Indonesia, Bimbo
sempat merekam album di perusahaan rekaman Polydor dengan label Fontana,
Singapura, 1970.
Trio Bimbo Rekaman Album I
Rekaman di Kinetex Studio itu melibatkan seniman jazz
Maryono pada flute dan saksofon, serta Mulyono pada piano. Kebetulan keduanya
juga dikontrak main di Singapura. Album itu memuat 12 lagu antara lain Melati
dari Jayagiri dan Flamboyan gubahan Iwan Abdulrachman. Tak disangka, setelah
dirilis ke pasaran album tersebut ternyata meledak. Sebuah ironi bagi grup yang
pada tahun 1969 ditolak mentah mentah oleh Remaco di Indonesia, justru mendapat
pengakuan di negeri jiran. Pada back cover album ini terdapat sebuah liner
notes yang antara lain berbunyi : ”Menyanyi adalah media seni yang paling cepat
menyentuh perasaan seseorang. Tanpa melalui kata-kata, seseorang bisa dibawa
hanyut.” Dan pada kenyataannya, pendengar memang terhanyut menyimak olah vokal
yang menjuntai dari Trio Bimbo ini. Kehadiran Trio Bimbo saat itu memang
membuat pendengarnya seolah deja vu dengan aura ala Trio Los Panchos maupun
Brother Fours. Bahkan timbre vokal Acil yang rendah, seolah kembaran dari Andy
Williams yang bernuansa male golden voice.
Pada sisi A album ini, Trio Bimbo menyanyikan lagu-lagu
Indonesia yang tengah ngetop saat itu seperti ”Manis Dan Sajang” karya almarhum
Tonny Koeswoyo yang merupakan hits Koes Plus tahun 1969 dari album “Dheg Dheg
Plas”, serta dua lagu sahabat Djaka, Iwan Abdulrachman ”Melati Dari Jayagiri”
dan ”Flamboyan“. Kelak dua lagu ini menjadi semacam trademark Bimbo dalam
lagu-lagu bersemburat romansa. Dua lagu ini bisa dibilang prototipe dari lagu ballada
Bimbo. Jika diamati torehan liriknya, memang arat personifikasi, terasa begitu
personal dan Puitik. Pada sisi B album tersebut Trio Bimbo menyanyikan sederet
hits mancanegara seperti ”El Condor Pasa” dan ”Cecilia” ([[Simon &
Garfunkel ), ”Light My Fire” (The Doors), ”Once There Was A Love” (Jose
Feliciano) , ”Wichita Lineman” (Glenn Campbell) serta lagu ”I Have Dreamed”
dari karya musik Broadway ”The King And I” karya Richard Rodgers dan Oscar
Hammerstein II.[5]
Album pertama Trio Bimbo berbentuk kaset dan Piringan hitam
hanya dicetak terbatas. Meski begitu merupakan pintu masuk Trio Bimbo ke
belantika musik Indonesia.
Trio Bimbo Meraih Kesuksesan
Kesuksesan rilis album I itu menjadikan mereka mulai dikenal
oleh pecinta musik nasional. Mereka pun kemudian bersemangat untuk meluncurkan
album-album berikutnya. Perusahaan Remaco pun mengubah keputusannya. Mereka
manarik Bimbo untuk bekerja sama dalam merekam dan memasarkan album-album Bimbo
berikutnya. Di era tahun '70-an, Bimbo memang identik dengan lagu-lagu balada
yang cenderung berpola minor dengan lirik-lirik puitis. Hal ini menjadikan
mereka unik dan disukai para penggemarnya. Prinsip mereka adalah pemusik ingin
berkarya dengan bagus dan ingin diterima masyarakat. Hingga meluncurlah
berbagai album secara sususl menyusul ke pasaran memenuhi keinginan para
pecintanya yang seolah menantikan terbitnya album baru Bimbo. Hubungan kerja
Bimbo dengan Remaco berakhir tahun 1978. Tak lama sebelum kemudian Remaco
tutup. Setelah itu mereka berpindah ke studio-studio rekaman lain yang telah
menanti untuk bekerja sama dengan mereka.
Bimbo
Trio Bimbo Diperkuat Iin Parlina
Di pertengahan '70-an, Bimbo mulai diperkuat oleh Iin
Parlina adik perempuan ke-7 (bungsu) mereka. Iin sebelumnya tergabung dalam
kelompok Yanti Bersaudara bersama kedua kakak perempuannya Yani (anak ke-5) dan
Tina (anak ke-6). Setelah Yani dan Tina menikah, Yanti Bersaudara pun bubar.
Iin yang masih memiliki minat untuk benyanyi diajak bergabung dalam grup Bimbo
bersama ketiga abangnya sejak 1971 hingga sekarang. Setelah menambah
personelnya dengan Iin Parlina, Trio Bimbo berubah nama menjadi Bimbo. Nama
Bimbo pun kerap ditulis menjadi Bimbo & Iin. Setelah bergabungnya Iin,
Bimbo mulai menjamah lagu-lagu dengan tema-tema keseharian seperti Abang Becak
hingga lagu-lagu yang titelnya menggunakan serial anggota tubuh seperti Kumis,
Tangan, hingga Mata yang cenderung bernada humor. Memang kehadiran Iin tidak
selalu terdapat dalam semua album, karena itulah oleh banyak kalangan ia kerap
dianggap sebagai additional member saja dari kelompok Bimbo.
Bimbo Dengan Album Kritik Sosial dan Album Religius
Memasuki era '80-an, Bimbo mulai bermain dengan lagu-lagu
dengan tema-tema kritik sosial seperti Antara Kabul dan Beirut atau Surat untuk
Reagan dan Brezhnev. Namun, di sisi lain ciri khas sebagai kelompok religius
pun melekat erat.[6] Dari situ melekat pula lagu-lagu religiusnya yang mudah
diterima oleh pasar. Berawal dengan lagu Tuhan karya Sam Bimbo dan berlanjut
dengan album Qasidah di sekitar tahun 1974, Sajadah (1977), dan lain-lain.
Lagu-lagu tersebut menjadi lagu yang melegenda dan kerap dinyanyikan dalam
moment-moment Hari Raya Islam oleh Bimbo maupun oleh penyanyi lain di televisi,
radio, dsb. Bahkan lagu-lagu mereka sudah banyak yang dirilis ulang oleh para
penyanyi lain di era '90-an - 2000-an, misalnya kelompok Gigi (grup musik),
dsb.
Bimbo Berkolaborasi Dengan Sastrawan
Dalam perjalanan kreatif, Bimbo didukung sejumlah seniman,
seperti Iwan Abdulrachman yang banyak menulis lagu, seperti Melati dari
Jayagiri sampai Flamboyan. Dalam perjalanan musiknya, Bimbo juga banyak
menjalin kolaborasi dengan sederet sastrawan seperti Wing Kardjo dan Taufiq
Ismail. Bimbo awalnya diperkenalkan oleh sastrawan Ramadhan KH kepada penyair
Taufiq Ismail. Proses mengalir begitu saja, penyair Taufiq Ismail bersdeia puisinya
dilagukan Bimbo, seperti Dengan Puisi, Rindu Rasul, sampai Sajadah Panjang.
Mereka memberi warna tersendiri pada khazanah musik pop negeri ini lewat lagu
berlirik puitis dan bernuansa religius. Sebenarnya dalam membuat lagu-lagu
religi/Islami tanpa kerja sama dengan sastrawan/ulama pun Bimbo bisa. Tetapi
karena lagu-lagu ini perlu kesungguhan yang lebih, maka yang dikejar adalah
hasil yang lebih berbobot. Itulah sebabnya kerja sama ini dilakukan. Pada tahun
2007, Bimbo merilis sebuah album baru yang antara lain menampilkan karya
terbaru Taufiq Ismail yang berpola kritik sosial yaitu Jual Beli dan Hitam
Putih.
Melagukan Lingkungan Hidup
Secara secara sadar Bimbo telah lama berkomitmen dengan
masalah lingkungannya. Pada saat-saat awal perjalanan Pak Emil Salim (Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, saat itu) nereka telah membuat album
khusus tentang masalah lingkungan, antara lain tentang Sungai Ciliwung, Harimau
Jawa, Cendrawasih, tentang Kependudukan, dan sebagainya. Kekecewaan Bimbo
sampai hari ini adalah pada kondisi lingkungan di Indonesia semakin rusak,
telah mereka tuangkan dalam lagu mereka di masa itu.
Lagu Bimbo Dicekal Pemerintah Orde Baru
Tidak melulu cinta kasih atau dakwah, sebagian lagu-lagu
mereka juga tajam mengkritik kondisi sosial politik negeri ini, seperti
"Tante Sun" ciptaan Jaka yang bikin gemas penguasa Orde Baru saat
itu.[4] lagu "Tante Sun" adalah awal kritik terhadap rezim Orde Baru
sehingga sambutan dari masyarakat begitu baik. Lagu itu menjadi lagu Marching
Band ITB dalam event nasional di Jakarta. Lagu itu kemudian dicekal rezim Orba.
Bimbo Menjadi salah satu Legenda Musik Indonesia
Bimbo adalah jalan panjang yang melegenda. Selama lebih dari
40 tahun berkarya mereka melahirkan sekitar 800 lagu dalam 200 album. Bimbo
juga pernah merilis album Pop, Keroncong, Dangdut, Klasik Melayu, Pop Sunda,
dan tentu saja lagu-lagu rohani yang selalu saja hadir seperti saat kembalinya
Ramadhan setiap tahun.
Konser 40 Tahun Bimbo
Bimbo telah sukses mengadakan sebuah konser 40 tahun, yang
berlangsung di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 2007. Saat itu pula mereka
merilis album pop serta menerbitkan buku 40 tahun Bimbo.[2]
Profil Trio Bimbo & Iin
Sam Bimbo
Raden Muhammad Samsudin Dajat Hardjakusumah (lahir di
Kuningan, Jawa Barat, 6 Mei 1942) atau lebih dikenal dengan Sam Bimbo. Sam
adalah anak pertama dari 7 bersaudara sekaligus menjadi pemimpin grup ini.
Alumni ITB Seni Rupa ITB lulusan tahun 1968. Selain sebagai musisi ia juga
kerap berkarya dalam disiplin ilmunya. Dalam bidang seni lukis pernah
mengadakan pameran tunggal di Indonesia tahun 1970, 1992, dan 2007. Sam
beristrikan Rubaah Samsudin dan dianugrahi 4 orang anak serta 4 cucu. Anaknya
yang bungsu bernama Asri Dewi Lestari atau Achi SHE adalah salah satu personel
grup musik wanita asal Bandung, SHE Band. Beberapa lagu ciptaannya yang
terkenal seperti Tuhan (Sam Bimbo), Rindu Rasul (Sam Bimbo, Taufik Ismail)
menjadi lagu yang melegenda.
Acil Bimbo
Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, SH (Acil) merupakan anak
ke-2 dari 7 bersaudara ini lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Agustus 1943. Ia
menikah dengan Ernawati dan dianugerahi 4 orang anak dan 3 cucu. Ia
menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung 1974 dan
Notariat Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1994. Selain sebagai musisi
ia juga Ketua sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Bandung Spirit,
yang berdiri tahun 2000, serta Pembina & Penasihat di beberapa organisasi
sosial kemasyarakatan dan kebudayaan. Aktif mengadakan berbagai kegiatan dan
berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kebudayaan di dalam dan luar
negeri.[7]
Jaka Bimbo
Raden Jaka Purnama Dajat Hardjakusumah, SE. atau Jaka Bimbo
(lahir di Bandung, Jawa Barat, 1 Mei 1947) adalah salah satu personel dari grup
musik Bimbo yang paling pendiam. Menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi
Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1972. Jaka adalah anak ke-4 dari 7
bersaudara dan beristrikan Novani Paramitha dan dianugrahi 3 orang anak.
Beberapa lagu Bimbo yang diciptakan Jaka, antara lain Tante Sun, Surat Untuk
Reagen dan Brezhnev, Antara Kabul dan Beirut, Citra, Sajadah Panjang, dll.
Iin Parlina
Raden Iin Parlina Hardjakusumah (lahir di Bandung, Jawa
Barat, 1 November 1952) adalah salah satu-satunya personel wanita dari grup
musik asal Indonesia, Bimbo. Ibu dari 4 orang anak ini adalah istri dari Ir.
Syahril Anwar. Iin Parlina adalah anak bungsu (anak ke-7 dari 7 bersaudara)
keluarga Hardjakusumah.
Regenerasi Bimbo
Anak-anak personil Bimbo umumnya bermusik. Beberapa di
antaranya ada yang kemudian serius, namun sebagian besar tidak melanjutkannya.
Salah seorang yang cukup seius di antaranya adalah anak Sam Bimbo, yang bernama
Asri Dewi Lestari biasa dipanggil Achi. Dia memutuskan profesional bermusik
dengan ikut mendirikan sebuah grup band SHE. Selain itu juga ada saudaranya Dea
yang memilih menjadi guru Piano di Jakarta.
Diskografi
Trio Bimbo
TRIO BIMBO – TRIO BIMBO (FONTANA 1971)
TRIO BIMBO – TRIO BIMBO (REMACO 1971)
TRIO BIMBO BERSAMA 4 NADA (1972)
Bimbo
BIMBO POP (1973)
BIMBO MENGETENGAHKAN IIN PARLINA (1974)
ABANG BECAK (1974)
BALADA PENDEKAR (1974)
BALADA GADIS DESA (1974)
POP MELAYU MENARI DAN BERGOYANG (1974)
MELATI (1974)
DANGDUT BERSAMA BIMBO (1975)
CLASSIC MELAYU (1975)
POP QOSIDAH (1975)
KERONCONG POP (1975)
POP ROCK (1976)
DANGDUT VOL.3 (1976)
BIMBO BERSAMA RUDY JAMIL (1976)
INDONESIA ANTIK VOL.1 (1976)
INDONESIA ANTIK VOL.2 (1976)
POP BASA SUNDA VOL.1 (1976)
BIMBO LATIN BEAT (1977)
INDONESIA BARU (1977)
INDONESIA ANTIK VOL.3 (1977)
10 TAHUN PERJALANAN BIMBO (1977)
POP BASA SUNDA VOL.2 (1977)
POP BARU 1978 (1978)
TEKA TEKI TAHUN 2000 (1978)
BIMBO 1979 (1979)
BIMBO SPECIAL POP (1979)
ANTARA BOGOR DAN CIANJUR (1979)
BIMBO ‘80’ CINTA TERLARANG (1980)
MASS MEDIA (1981)
MENYAMBUT ABAD 15 HIJRIAH (1981)
CITRA NAN BIRU (1981)
KAMPANYE PEMILU ’82 (1982)
SURAT UNTUK REAGAN & BREZHNEV (1983)
DANDUNG IN PUNK ROCK (1983)
ANTARA KABUL BEIRUT (1984)
ROMANTIKA HIDUP (1984)
CINTA KELESTARIAN (1984)
FAJAR ABAD 15 HIJRIAH KITA ADALAH SATU (1985)
LESTARIAN INDONESIA (1985)
BIMBO ’85 (1985)
OPINI BERITA TAHUN MACAN (1986)
SAYA CINTA BUATAN INDONESIA (1986)
QASIDAH ’97 (1997)
QASIDAH ‘IBUNDA KITA, SURGA KITA’ (1999)
TAQABALLAHU MINA WAA MINKUM (2002)
ALBUM 40 TAHUN BIMBO (2007)
SEMOGA JALAN DILAPANGKAN TUHAN (2007)
WARISAN : BIMBO AND FRIENDS (2012)
Album Solo
WANITA – Acil Bimbo (1994)
KENAPA HUTANKU KAU BAKAR? – Sam Bimbo (1997)
Filmografi
AMBISI (1973)
SEMALAM DI MALAYSIA (1975)
TANTE SUN (1977)
Sumber : Wikipedia
0 comments:
Post a Comment